Judul: Perempuan Bernama Arjuna (filsafat dalam fiksi)
Penulis: Remy Sylado
Penerbit: Nuansa Cendekia, 2013
Tebal: 276 Hlm
Harga: Rp 65.000
Pesan langsung hubungi nuansa.market@gmail.com
Apakah anda termasuk orang yang kangen fiksi bermutu?
Jika itu pertanyaannya, barangkali inilah buku yang ditunggu. Dalam Novel ini, Remy Sylado, mengambil tema filsafat. Pokok kajian di dalamnya merangkai sejarah pemikiran para filsuf dari zaman Yunani hingga era masa kini. Aktor utama yang bermain dalam novel ini adalah Arjuna, seorang perempuan 25 tahun ketuturan Cina-Jawa yang sedang belajar filsafat di Amsterdam, Belanda.
Sedikit menyinggung ketidaklaziman judul novel dan nama perempuan ini, nama Arjuna itu berawal dari “keterpaksaan menuju keliru”. Kisahnya, kakek Arjuna mengharapkan cucunya laki-laki. Pada usia kandungan yang ke 7 bulan, dibuat upacara khusus yang memberikan nama bakal jabang bayi dengan nama Arjuna. Karena sikap keluarganya yang kokoh dalam memegang adat, maka dengan terpaksa, nama Arjuna tidak diganti sekalipun kemudian bayi yang lahir itu perempuan.
Muatan novel ini mengutamakan isi dengan mengulas pemikiran para filsuf dunia. Tak tanggung-tanggung. Remy mampu mengulas lebih dari 150 filsuf dunia. Dan secara keseluruhan terdapat 200 sosok pemikir atau tokoh penting yang termaktub dalam catatan kaki di bagian halaman belakang novel ini.
Dalam membaca literatur fiksi, biasanya kita sering menarget untuk mendapatkan kenikmatan atas deretan kisah di dalamnya. Jika itu yang diharapkan, maka novel ini memberikan sarana meraih kenikmatan atas, 1) pengetahuan sejarah filsafat yang benar-benar akurat dan berwawasan, 2) teladan kemandirian berpikir dan juga kebebasan memilih dan menentukan garis hidup dari perempuan bernama Arjuna, dan, 3) cakrawala bahasa, sejarah,sains, budaya, politik dunia, termasuk politik nasional yang terpotret apik menyatu dengan paham-paham/ajaran isme dunia.
Lain daripada itu, perihal urusan kelamin dalam novel ini cukup banyak mewarnai alur cerita. Tentu itu bukan karena tujuan sensasi syahwati, melainkan alasan kajian ilmiah biologi-evolusioner. Tentang seksualitas itu menjadi topik yang unik ketika Arjuna harus jatuh cinta pada dosennya, Van Damme, seorang Jesuit asal Banneux Belgia yang dikatakan dalam novel itu, “kelihatannya kebanci-bancian tapi ternyata seorang koboi heunceut yang liar di atas ranjang.”
Jadi, jika nanti Anda menemukan istilah-istilah yang vulgar seperti “memberdayakan vagina”, “menggaruk-garuk kontol”, “koboi heunceut”, atau istilah sejenisnya, janganlah menganggap terdapat unsur porno dalam novel ini, sebagaimana pula kita tidak boleh gegabah menyebut novel religius karena di dalamnya banyak istilah agama, seperti “masya Allah”, “mazmur”, “tawakal”, dan lain sebagainya.
Buku ini bisa disebut novel-filsafat, artinya novel yang berisi ulasan filsafat secara mendalam dan karena itu wajar jika ditinjau dari sudut pandang fiksi, muncul slogan “Bukan Bacaan Ringan” dan jika dilihat dari sudut pandang filsafat, akan muncul slogan; “filsafat yang ringan”.
Maksudnya ringan karena dengan model adonan fiksi seperti ini, filsafat yang selama ini terasa mbulet bin ruwet, terurai secara simple, mudah dipahami, dan efektif dipahami.[Faiz Manshur. Redaktur Nuansa Cendekia]
Penulis: Remy Sylado
Penerbit: Nuansa Cendekia, 2013
Tebal: 276 Hlm
Harga: Rp 65.000
Pesan langsung hubungi nuansa.market@gmail.com
Apakah anda termasuk orang yang kangen fiksi bermutu?
Jika itu pertanyaannya, barangkali inilah buku yang ditunggu. Dalam Novel ini, Remy Sylado, mengambil tema filsafat. Pokok kajian di dalamnya merangkai sejarah pemikiran para filsuf dari zaman Yunani hingga era masa kini. Aktor utama yang bermain dalam novel ini adalah Arjuna, seorang perempuan 25 tahun ketuturan Cina-Jawa yang sedang belajar filsafat di Amsterdam, Belanda.
Sedikit menyinggung ketidaklaziman judul novel dan nama perempuan ini, nama Arjuna itu berawal dari “keterpaksaan menuju keliru”. Kisahnya, kakek Arjuna mengharapkan cucunya laki-laki. Pada usia kandungan yang ke 7 bulan, dibuat upacara khusus yang memberikan nama bakal jabang bayi dengan nama Arjuna. Karena sikap keluarganya yang kokoh dalam memegang adat, maka dengan terpaksa, nama Arjuna tidak diganti sekalipun kemudian bayi yang lahir itu perempuan.
Muatan novel ini mengutamakan isi dengan mengulas pemikiran para filsuf dunia. Tak tanggung-tanggung. Remy mampu mengulas lebih dari 150 filsuf dunia. Dan secara keseluruhan terdapat 200 sosok pemikir atau tokoh penting yang termaktub dalam catatan kaki di bagian halaman belakang novel ini.
Dalam membaca literatur fiksi, biasanya kita sering menarget untuk mendapatkan kenikmatan atas deretan kisah di dalamnya. Jika itu yang diharapkan, maka novel ini memberikan sarana meraih kenikmatan atas, 1) pengetahuan sejarah filsafat yang benar-benar akurat dan berwawasan, 2) teladan kemandirian berpikir dan juga kebebasan memilih dan menentukan garis hidup dari perempuan bernama Arjuna, dan, 3) cakrawala bahasa, sejarah,sains, budaya, politik dunia, termasuk politik nasional yang terpotret apik menyatu dengan paham-paham/ajaran isme dunia.
Lain daripada itu, perihal urusan kelamin dalam novel ini cukup banyak mewarnai alur cerita. Tentu itu bukan karena tujuan sensasi syahwati, melainkan alasan kajian ilmiah biologi-evolusioner. Tentang seksualitas itu menjadi topik yang unik ketika Arjuna harus jatuh cinta pada dosennya, Van Damme, seorang Jesuit asal Banneux Belgia yang dikatakan dalam novel itu, “kelihatannya kebanci-bancian tapi ternyata seorang koboi heunceut yang liar di atas ranjang.”
Jadi, jika nanti Anda menemukan istilah-istilah yang vulgar seperti “memberdayakan vagina”, “menggaruk-garuk kontol”, “koboi heunceut”, atau istilah sejenisnya, janganlah menganggap terdapat unsur porno dalam novel ini, sebagaimana pula kita tidak boleh gegabah menyebut novel religius karena di dalamnya banyak istilah agama, seperti “masya Allah”, “mazmur”, “tawakal”, dan lain sebagainya.
Buku ini bisa disebut novel-filsafat, artinya novel yang berisi ulasan filsafat secara mendalam dan karena itu wajar jika ditinjau dari sudut pandang fiksi, muncul slogan “Bukan Bacaan Ringan” dan jika dilihat dari sudut pandang filsafat, akan muncul slogan; “filsafat yang ringan”.
Maksudnya ringan karena dengan model adonan fiksi seperti ini, filsafat yang selama ini terasa mbulet bin ruwet, terurai secara simple, mudah dipahami, dan efektif dipahami.[Faiz Manshur. Redaktur Nuansa Cendekia]