Birahi Maya: Mengintip Perempuan di Cyberporn
Ellys Lestari Pambayun/Oktober 2010/Rp. 55.000.
... Mulanya saya dapat tawaran untuk main film, tapi tidak dijanjikan bayaran besar. Akhirnya keterusan jadi figuran. Bosen juga. Lalu saya ajukan ke produser untuk jadi pemain utama. Dia menyanggupi asal saya mau sedikit berani. Sekali-sekali saya mau jadi pemeran utama, asyik juga dan saya akan mulai dikenal orang. Dari sini saya mulai berani lagi. Karena penampilan saya yang sudah beberapa kali ini tidak mendapat respons negatif, maka saya pikir penonton merasa suka dengan film-film berbau porno. Saya juga menerima tawaran untuk pemotretan, pembuatan film VCD, dan ada yang nawarin take gambar untuk internet. Tapi, tidak terlalu banyak yang nawarin, hanya buat pengalaman saja. Selama konsumen suka dengan penampilan saya, saya juga akan terus bermain film. Citra saya sudah telanjur melekat sebagai pemain “panas”, ya sudah.
--FIRA (bukan nama sebenarnya), artis dan model di Jakarta
--FIRA (bukan nama sebenarnya), artis dan model di Jakarta
Persepsi saya tentang cewek yang tampil di cyberporn, ya macam – macam. Kalau cantik, saya merasa kasihan dan sangat menyayangkan karena dia 'kan mempunyai kelebihan, kenapa dipergunakan pada hal - hal yang seperti itu? Tapi, kalau jelek, ya mungkin sudah nasibnya karena yang saya lihat seperti itu.--Yuri (bukan nama sebenarnya), 35 Tahun, wiraswastawan di Bandung
Penulis mengupas cyberporn yang melanda Indonesia bagai air bah. Dilengkapi sejumlah teori untuk memahami bahwa birahi selalu menarik minat anak manusia, bahkan menjadi komoditas niaga, budaya dan politik. Perempuan dan generasi muda adalah korbannya.--Maria D. Andriana, senior journalist Antara
Kehadiran buku ini sangat penting untuk dapat memahami secara akademis sisi negatif internet (yang merupakan wujud kemajuan TI) terhadap eksploitasi perempuan dan berkembangnya pornografi di tengah masyarakat, utamanya kelompok rentan (di bawah umur).--Prof. Drs. B. Tamam Achda, M.Si., Dekan Fisip Unas, Jakart
… sebagai aktivis feminis saat ini kita bisa anggap bahwa Indonesia belumlah berada dalam posisi yang mengkhawatirkan, tetapi yang mengkhawatirkan itu akan segera ada di depan pintu. Karena itu penentangan dalam bentuk apapun harus diciptakan dari sekarang.
Debra H. Yatim, Aktivis Isu Perempuan atau Seorang Feminis dan Direktur Komunikasi Untuk Kesenian (KOMSENI) Jakarta
Debra H. Yatim, Aktivis Isu Perempuan atau Seorang Feminis dan Direktur Komunikasi Untuk Kesenian (KOMSENI) Jakarta
... voyeurisme ini sangat penting dilihat sebagai bentuk pelanggaran hak orang lain. Dan ini merupakan patologis, yaitu ada yang keliru dalam hidupnya sehingga memperoleh kepuasan dengan mengintip untuk memperoleh pengalaman pribadi.
--Pro. Dr. Toety Heraty Noerhadi, Guru Besar Filsafat pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Ketua Program Studi Ilmu Filsafat Program Pascasarjana Universitas Indonesia, dan Ketua Yayasan Mitra, Jakarta
--Pro. Dr. Toety Heraty Noerhadi, Guru Besar Filsafat pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Ketua Program Studi Ilmu Filsafat Program Pascasarjana Universitas Indonesia, dan Ketua Yayasan Mitra, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk berhubungan dengan redaksi silakan hubungi nuansa.cendekia@gmail.com. untuk layanan pembelian buku bisa hubungi nuansa.market@gmail.com