Oleh Dewi Lestari, Novelis
Banyak
orang beranggapan bahwa saya adalah penulis yang tidak suka diedit.
Sebetulnya itu opini yang keliru. Saya amat, sangat, suka diedit.
Semakin teliti dan semakin banyak kelemahan yang ditunjukkan, saya
semakin puas. Karena itu berarti saya berkesempatan belajar lebih
banyak, dan itu juga berarti editor saya menjalankan tugasnya dengan
baik.
Editor
adalah orang pertama yang kita beri kepercayaan untuk melihat manuskrip
kita dari sudut pandang segar. Jika kita sudah terlalu dekat (dan
jenuh) dengan tulisan kita sendiri, maka editorlah yang menjadi
penangkal kedekatan dan kejenuhan itu.
Dengan
kemampuan mereka, akan bermunculanlah berbagai kesalahan,
ketidaktepatan, dan “bopeng-bopeng” lain yang sudah tak bisa dilihat
oleh para penulis dari karya yang (tadinya) sudah dianggap sempurna itu.
Editor dan pengalaman diedit, jika dilakukan secara benar dan
berkualitas, adalah pembelajaran yang sangat berharga bagi penulis.
Bagi
pembaca buku saya yang ekstra teliti hingga membaca lembar keterangan
cetak baris demi baris, pasti tak asing dengan nama Hermawan Aksan. Nama
beliau tercantum sebagai editor tak hanya satu kali di buku saya,
melainkan berkali-kali. Walaupun tidak ada ikatan kontrak eksklusif
antara saya dan Hermawan, bisa dibilang beliau adalah bagian dari tim
“tak-tetap-tapi-nyatanya-hampir-selalu-tetap” dari produksi buku-buku
saya, sebagaimana desainer sampul maupun penata isi buku langganan saya
yang orangnya itu-itu lagi dari judul ke judul.
Tentu
saja bukan tanpa alasan. Mereka adalah orang yang saya anggap sudah
“mengerti” diri saya sebagai penulis, baik secara kreatif maupun teknis.
Mereka juga orang-orang yang sangat kompeten dalam bidangnya. Dari
mereka, saya pun banyak belajar tentang berbagai macam aspek produksi
buku.
Hermawan
Aksan memiliki kapabilitas dan posisi yang unik karena beliau aktif
sebagai editor sekaligus penulis, bahkan tipe produktif. Dengan
kemampuan gandanya, saya tak heran jika buku semacam ini lahir dari
tangan Hermawan Aksan. Jika penulis bekerja berdasarkan prinsip
kebebasan—bebas berimajinasi, berfantasi, dsb—maka seorang editor
bekerja dalam jalur serta pakem yang lebih pasti dan baku. Meski
terdengar bertentangan, menurut saya justru penguasaan kedua hal itu
adalah skill yang sangat menguntungkan.
Saya
terjun ke dalam dunia menulis dengan latar belakang otodidak. Otodidak
di sini artinya antara lain: saya tidak punya portofolio penulisan
sebelum buku pertama saya (tidak diketahui pernah menang lomba, karyanya
tidak pernah diketahui dimuat di media massa), saya tidak datang dari
pendidikan formal sastra (titelnya Sarjana Ilmu Politik), saya tidak
besar di komunitas sastra (bukan penongkrong acara-acara pembacaan
puisi, tidak terdaftar di komunitas budaya apa pun).
Saya
menjadi penulis semata-mata karena kecintaan saya pada menulis dan
kenekatan saya untuk mewujudkannya dalam buku. Karena itulah, saya
cenderung gagap jika ditanya teori tentang menulis. Dan yang paling
gelap adalah jika ditanya: “Apa rahasia membuat buku best-seller?”
Banyak
buku beredar di luar sana mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan (yang
bagi saya) misterius tadi. Namun, jujur, kebanyakan tidak terlalu
memuaskan. Berdasarkan pengalaman saya berkecimpung dalam dunia
kepenulisan selama sepuluh tahun terakhir, saya percaya apa yang
menjadikan sebuah buku laris dan apa yang membuat imajinasi seorang
penulis memikat dan membius pembacanya adalah sesuatu yang tidak bisa
dijabarkan secara pasti dan baku hukumnya. Kita bisa saja berspekulasi.
Namun yang terpenting dari menulis adalah keberanian menulis itu
sendiri. Termasuk di dalamnya, keberanian untuk menghadapi kegagalan
sekaligus menangani keberhasilan.
Kendati demikian, sama seperti Hermawan, saya pun percaya bahwa proses menulis bisa terakselerasi dengan adanya panduan, insight, semacam
“aturan main” dasar yang sekiranya akan memudahkan seseorang ketika
mulai serius menulis. Bahkan, suka duka seorang penulis pun bisa banyak
mencerahkan, karena bagaimanapun ada tantangan serupa (tapi tak sama)
yang dihadapi semua penulis saat memulai proses kreatifnya.
Buku Hermawan Aksan ini amat
bisa membantu. Berbekal pengalamannya sebagai editor, penulis fiksi,
penulis nonfiksi, penulis untuk media massa, bahkan menulis dalam Bahasa
Sunda, memberikannya warna pengetahuan yang kaya. Di mana pun tahap
Anda saat ini dalam menulis—profesional, amatir, amatir menuju
profesional, atau sekadar hanya ingin tahu—buku ini akan memberikan
banyak gambaran, masukan, sekaligus pengalaman riil yang bermanfaat.
Tak
terhitung seringnya saya ditanya trik dan tips dalam menulis. Namun,
karena keterbatasan waktu dan keterbatasan media (kalau ditanya lewat
Twitter yang cuma bisa muat 140 karakter, bagaimana mungkin saya
menjabarkan jawaban dari pertanyaan “Gimana sih caranya mulai nulis?”),
tidak semua bisa saya respons.
Namun, kini saya punya cara praktis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu, yakni: “Bacalah buku Proses Kreatif Menulis Cerpen-nya Hermawan Aksan.”
Saya
menyukai buku ini bukan karena Hermawan Aksan sering menjadi editor
saya, melainkan buku ini berusaha menjawab hal-hal dasar dalam menulis
tanpa janji berlebih. Realistis dan tidak muluk-muluk. Ditulis secara
rapi dan lugas. Bagi saya, itu sudah lebih dari cukup.
Barangkali
tidak semua pertanyaan Anda (juga saya) tentang kepenulisan akan
terjawab oleh buku ini, tapi saya rasa buku ini pun tidak akan
mengecewakan Anda. Lagi pula, menulis hanya bisa kita selami lewat
mengalami. Jadikan buku ini sebagai persinggahan, perenungan, stimulus
sejenak bagi hati dan otak, setelah itu, tutuplah dan mulailah menulis. [](Dewi “Dee” Lestari: dalam Kata Pengantar Proses Kreatif Menulis Cerpen, Nuansa Cendekia 2011)
Judul Buku: Proses Kreatif Menulis Cerpen.
Penulis: Hermawan Aksan
Editor: Faiz Manshur & Mathori A Elwa
Pengantar: Dewi “Dee” Lestari
Penerbit: Nuansa Cendekia, November 2011.
Harga: Rp 37.500
Penulis: Hermawan Aksan
Editor: Faiz Manshur & Mathori A Elwa
Pengantar: Dewi “Dee” Lestari
Penerbit: Nuansa Cendekia, November 2011.
Harga: Rp 37.500
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk berhubungan dengan redaksi silakan hubungi nuansa.cendekia@gmail.com. untuk layanan pembelian buku bisa hubungi nuansa.market@gmail.com