Sang Penulis 123 Ayat tentang Seni
Yapi Tambayong. Itu nama asli pemberian Ayahnya. Tapi dalam
berkarya ia sering menyantumkan nama-nama yang kini lebih beken dari nama
aslinya seperti Remy Sylado dan Alif
Danya Munsyi. Selain itu juga punya nama lain seperti Juliana C. Panda, Dova
Zila, Jubal Anak Perang Imanuel dan beberapa nama lain. Lahir di Makasar 12
Juli 1945.
Ia dikenal luas sebagai seniman tulen yang hidupnya penuh pengalaman
berkesenian dalam berbagai kegiatan; drama, film,musik, puisi dan susastra.
Ia meniti karirnya di mulai dari usia remaja saat sekolah di Semarang,
kuliah di Solo, dan aktif berkegiatan seni dan jurnalisme di Bandung dan
Jakarta. Sebagai musisi ia jago mengarang lagu dan punya punya kemahiran
menirukan suara penyanyi terkemuka dunia seperti Elvis Presley, Nat King Cole,
Louis Armstrong, Bing Crosby, Mario Lanza, Bob Dylan. Tak hanya itu, ia pun
mahir membuat gurauan gaya bicara dari bahasa-bahasa etnik. Selain menyukai
musik modern, ia juga sangat peduli pada musik-musik etnik.
Pada bidang literasi, ia banyak melahirkan karya besar
seperti, Gali Lobang Gila Lobang (1977), Siau Ling (2003), Ca-Bau-Kan: Hanya Sebuah
Dosa (1999) telah difilmkan tahun 2002.
Kerudung Merah Kirmizi, (2002), Kembang Jepun,(2003), Parijs van Java, (2003), Menunggu Matahari Melbourne (2004), Sam Po
Kong (2004), Puisi Mbeling (2005), 9
dari 10 Kata Bahasa Indonesia adalah Asing (2004), Novel Pangeran Diponegoro
(2007), 9 OKTOBER 1740 (Drama Pembantaian Etnik Cina di Batavia: 2005), Bahasa
Menunjukkan Bangsa (2005), Mimi lan Mintuna, (2007), Naskah Drama; Jalan Tamblong (2010), Jadi
Penulis Siapa Takut (2012), dan sekarang buku 123 Ayat tentang Seni yang
dikenal sebagai buku ilmiah brilian ini.
Seniman yang tak suka merokok, berpola hidup tertib dan disiplin
dalam belajar ini juga menguasai berbagai bahasa etnik dan bahasa asing secara
baik seperti Mandarin, Yunani, Ibrani, Arab, Inggris, Belanda, Prancis dan
beberapa bahasa lain.
Banyak penghargaan yang telah diraihnya, di antaranya
Kathulistiwa Literary Award (2002) dan
Mendiknas—Pusat Bahasa Indonesia: 2007- untuk karya sastra “Kerudung Merah
Kirmizi, Anugrah Indonesia Award Yayasan Penghargaan Indonesia untuk bidang
pelestarian musik etnik (2003), penghargaan pemecah rekor karya puisi paling
tebal dari Museum Rekor Indonesia (MURI: 2004),Piagam Apresiasi PAPRI Wakil
Presiden (2007) untuk kritik-musiknya, Braga Award dari Gubernur Jawa Barat
(2009) untuk bidang teater, penghargaan Tirto Adhi Soerjo Award (2008) dan Press Number One (Kartu Pers Nomor Satu)
dari “Masyarakat Pers Indonesia” (2010) dan beberapa penghargaan lain.
Di usianya yang kini masuk ke 67, ia masih aktif
menulis,membaca, bermain teater, menonton film dan aktivitas lainnya. Ikatan
batinnya yang kuat dengan kota Bandung membuatnya rutin pulang ke rumah
sederhananya di Jl Srigadis Bandung. Beberapa karya lama dan karya barunya akan
terbit selanjutnya.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk berhubungan dengan redaksi silakan hubungi nuansa.cendekia@gmail.com. untuk layanan pembelian buku bisa hubungi nuansa.market@gmail.com