Twitter Nuansa


Breaking News

07/06/11

Politik Jazirah Arab Abad 21

Timur Tengah dan Afrika Utara adalah kawasan yang tak pernah lekang dari isu peradaban dan sejarah dunia. Pertengahan abad ke-20, kawasan tersebut telah menjadi pusat terjadinya peristiwa-peristiwa dunia, dan menjadi wilayah yang sangat sensitif, baik dari segi kestrategisan lokasi, politik, ekonomi, kebudayaan dan keagamaan.
Lebih menggiurkan, Timur Tengah mempunyai cadangan minyak mentah dalam jumlah besar dan merupakan tempat kelahiran serta pusat spiritual agama Yahudi, Kristen, dan Islam.


Kini, di abad ke-21 kawasan tersebut kembali mengukir sejarah penting. Berawal dari aksi bakar diri (dilakukan 7 Desember 2010) Mohamed Bouazizi, masyarakat dunia dikagetkan dengan aksi kemarahan rakyat di sekitar wilayah tersebut. Aksi "beruntun" itu ditujukan kepada pemimpin negaranya yang terlalu lama berkuasa.

Bouazizi berasal dari Tunisia. Dalam keseharian, sarjana muda ini berprofesi sebagai pedagang sayur. Aksi bakar diri dilakukan sebagai tamparan keras bagi pemerintah setelah gerobak jualannya disita polisi Tunisia (hlm 16). Siapa sangka aksi heroik tersebut menyulut keprihatinan mendalam di lingkungan masyarakat. Media jejaring sosial dan elektronik lain berperan penting dalam menggugah solidaritas massal. Pada 14 Januari, Ben Ali (Pemimpin Tunisia) turun dari jabatannya, tepat setelah 28 hari setelah peristiwa Bouazizi.

Kesuksesan rakyat Tunisia melengserkan kepala negaranya pun sampai ke negeri tetangga dan menimbulkan efek domino. Di Mesir, otoritas Hosni Mubarak digugat. Setelah gelombang protes selama 15 hari yang menewaskan sedikitnya 300 orang, Ia akhirnya mundur pada 11 Februari 2011 (hlm 84).  Nurani Soyomukti dan Muhammad Iqbal (penulis) dalam hal ini mengemukakan bahwa dua faktor yang menggiring gelombang demonstrasi rakyat khususnya di Tunisia, Mesir, adalah keterpurukan ekonomi dan kesenjangan sosial rakyat Arab akibat pemerintahan otoriter dan korup.

Sasaran selanjutnya tertuju pada penguasa Yordania, Yaman, Kuwait, Bahrain, Aljazair, Maroko, dan Libia yang rata-rata berkuasa lebih dari 20 tahun. Mengetahui bahwa media penyebaran informasi dapat menjadi referensi rakyat untuk melakukan perlawanan berarti, tanggapan mereka berbeda-beda.

Ada yang reaktif dengan menetapkan beberapa kebijakan baru yang prorakyat, ada juga yang angkuh dan menutup jaringan internet guna menghambat akses informasi. Dari sini, kita renungkan perkataan Lord Acton, “Kekuasaan itu cenderung korup, kekuasaan mutlak akan korup secara mutlak” (power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely).

Agaknya, semua itu tak membuat gentar. Gelombang revolusi telah dijalankan. Segala kebijakan baru dianggap sebagai keterlambatan. Bersama mereka berteriak, "Sekarang, tak ada lagi ketakutan" (La Khouf Ba’da al-Yaum).

Buku ini sangat direkomendasikan bagi peneliti dan pemerhati perkembangan media. Bagi generasi muda agar tidak melewatkan pengetahuan sejarah penting abad ini, disana terdapat pelajaran politik yang sangat berharga.

Peresensi adalah Durrotun Yatimah, mahasiswi Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang.
======
Judul : Ben Ali, Mubarak, Khadafi/Penulis : Nurani Soyomukti, Muhammad Iqbal/Penerbit : Medium, Bandung/Tahun : 1, Mei 2011/Tebal : 191 halaman/Harga : Rp 29.500.

Buku ini sangat direkomendasikan bagi peneliti dan pemerhati perkembangan media. Bagi generasi muda agar tidak melewatkan pengetahuan sejarah penting abad ini, di sana terdapat pelajaran politik yang sangat berharga. Sumber: http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/64408

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk berhubungan dengan redaksi silakan hubungi nuansa.cendekia@gmail.com. untuk layanan pembelian buku bisa hubungi nuansa.market@gmail.com

Designed By VungTauZ.Com